Oleh: Murhaban, S.Pd.I.
(Guru pada MTsN Meureudu Kab. Pidie Jaya)
“Dunia orang buta terbatas pada sentuhannya, dunia orang bodoh ditandai keterbatasan pengetahuannya, dunia orang besar tak terhalang oleh keterbatasan pandangannya,” ungkapan bijak Ralph Waldo Emerson ini menyiratkan arti pentingnya ilmu pengetahuan dalam praktek kehidupan umat manusia demi kesejahteraan hidup yang lebih baik.
(Guru pada MTsN Meureudu Kab. Pidie Jaya)
“Dunia orang buta terbatas pada sentuhannya, dunia orang bodoh ditandai keterbatasan pengetahuannya, dunia orang besar tak terhalang oleh keterbatasan pandangannya,” ungkapan bijak Ralph Waldo Emerson ini menyiratkan arti pentingnya ilmu pengetahuan dalam praktek kehidupan umat manusia demi kesejahteraan hidup yang lebih baik.
Berbicara tentang ilmu pengetahuan tak terlepas dari mengupas masalah Sumberdaya Manusia dan wacana pendidikan. Persaingan di era globalisasi mengharuskan negeri ini untuk bekerja lebih keras dalam memperbaiki setiap titik ketertinggalan agar mampu mensejajarkan diri dengan bangsa maju lainnya. Kenyataan menunjukkan bahwa peringkat pembangunan sumberdaya manusia penduduk Indonesia anjlok dari urutan 99 tahun 1996 menjadi peringkat 107 pada tahun 2006 (Koran Tempo, 19 Mei 2008). Rendahnya kualitas sumberdaya manusia bangsa ini juga mempengaruhi kesempatan lulusan perguruan tinggi untuk dapat menduduki posisi strategis dalam dunia kerja. Menurut data Dirjen Dikti tahun 1995 dalam Jamaluddin Idris, 2005, terdapat 12,40% lulusan perguruan tinggi yang masih menganggur (ironisnya persentase lulusan perguruan tinggi jauh lebih besar dari persentase lulusan SD). Kurangnya kemandirian untuk menciptakan lapangan kerja menjadi salah satu penyebab terjadinya pengangguran di negeri ini. Oleh karena itu pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
Berbagai upaya terus dilakukan oleh pemerintah dan pihak swasta untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas. Menurut Jamaluddin Idris, 2005, terdapat beberapa poin penting dalam pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas, antara lain pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya.
Sama seperti daerah lainnya, pendidikan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) terus dibenahi. Hal ini tertuang dalam Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Pasca konflik dan tsunami, pembangunan sarana dan prasarana penunjang pendidikan telah dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai pihak terkait dan telah menjangkau daerah-daerah terpencil di bumi serambi mekah ini. Dengan tersedianya fasilitas belajar yang lengkap diharapkan proses belajar mengajar akan tercapai lebih sempurna.
Sisi lain yang tak kalah pentingnya dalam dunia pendidikan adalah pengendali mutu pendidikan yang lebih terpadu, menyangkut tenaga didik dan anak didik. Guru merupakan tenaga pendidik profesional di bidang kependidikan, mempunyai tugas yang berat dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, guru dituntut adanya kualifikasi kemampuan yang lebih memadai, antara lain memiliki tingkatan ‘capable’ personal, inovator’ dan ‘developer’ (Sardiman, A.M, 1992).
Guru mempunyai pengaruh yang besar bukan hanya pada prestasi pendidikan anak didik, tetapi juga pada sikap anak didik di sekolah dan terhadap kebiasaan belajar umumnya. Banyak anak memperoleh keterampilan kreatif melalui model-model berpikir dan bekerja kreatif, tetapi sedikit sekali anak yang dapat mempertahankan motivasi di sekolah dengan sistem yang diterapkan. Hal ini disebabkan proses kreatif siswa biasanya diawali oleh contoh proses kreatif guru.
Seorang guru yang mendorong otonomi anak didik menggunakan pendekatan memberikan gagasan, saran, dan bimbingan, tetapi tidak memberikan jawaban dan petunjuk eksplisit akan menjadikan anak didiknya sangat kreatif. Guru memberikan banyak materi dan dorongan kepada anak didik untuk bekerja bersama bila mungkin dan perlu, ini menekankan bahwa setiap anak didik mempunyai bakat dan kekuatannya sendiri-sendiri, artinya setiap anak adalah unik (Yuli Suprianto, 2004).
Proses pendidikan merupakan salah satu upaya tahapan pengembangan kemampuan dan perilaku manusia yang melibatkan penggunaan hampir seluruh pengalaman hidup anak didik. Oleh sebab itu, faktor pengembangan potensi dasar dari anak didik sangat menentukan keberhasilan penyerapan ilmu dalam proses belajar. Salah satu upaya dalam menggali potensi dasar anak didik dilakukan dengan jalan membangkitkan motivasi anak. Maghfira Wijayanti, 2004, mengemukakan bahwa motivasi akan menjadi pendorong yang menyebabkan terjadinya energi yang ada pada setiap individu sehingga terkait dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan, dan emosi untuk bertindak mewujudkan tujuan tertentu. Pencapaian tujuan, cita-cita dan keinginan menjadi lebih mudah dengan adanya dorongan dari motivasi ini.
Selanjutnya, motivasi juga dipicu oleh status sosial ekonomi orang tua, yang pada gilirannya berpengaruh besar terhadap pendidikan anak. Orang tua yang memiliki status sosial ekonomi kuat kemungkinan dapat menyediakan fasilitas belajar bagi anaknya sehingga mendorong peningkatan performansi siswa dalam membina motivasi berprestasi anak didik. Peran timbal balik yang aktif antara orang tua dan guru terhadap anak menjadi kunci kesuksesan program belajar mengajar.
Prestasi yang dicapai guru dalam mengaplikasikan ilmunya sangat ditentukan oleh tingkat kesejahteraan yang diperoleh. Dewasa ini, posisi guru sering didiskriminasikan, kenaikan anggaran pendidikan tidak menjamin kesejahteraan pendidik ini. Salah satu indikasi kurangnya penghargaan terhadap guru adalah gaji guru yang relatif rendah. Para guru tidak sempat merencanakan pengajaran atau menganalis pekerjaan rumah karena harus mencari uang tambahan untuk memenuhi kebutuhannya (Kummerer, 1990 dalam Jamaluddin Idris, 2005). Dalam hal ini, pemerintah dinilai mendiskriminasikan guru dan dosen karena tidak memasukkan gaji guru dan dosen dalam anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN/APBD. Padahal, guru dan dosen adalah komponen dari sistem pendidikan yang perlu didukung dalam peningkatan kesejahteraannya (Harian Kompas, 13 Desember 2007).
Permasalahan lain timbul menyangkut jumlah, persebaran dan kualitas guru. Sampai tahun 2006, Indonesia kekurangan guru SD hingga SMA/SMK sebanyak 178.835 orang (Harian Kompas, 13 Desember 2006), belum termasuk guru yang memasuki masa pensiun. Demikian pula wilayah NAD, masih terjadi kekurangan guru untuk berbagai bidang studi, diikuti pula oleh distribusi guru yang belum merata di berbagai daerah. Pengangkatan guru tidak mengacu pada perkembangan proporsional dan profesionalisme. Dinas Pendidikan NAD dan Departemen Agama perlu melakukan perbaikan di berbagai segi dalam upaya mewujudkan pendidikan yang berkualitas.
Selain itu, guru harus mendapatkan peluang yang besar untuk bisa mengembangkan potensinya melalui serangkaian pelatihan, seminar, dan program lainnya. Sayangnya, guru di daerah tidak mempunyai akses dan kesempatan sebesar para guru di kota terkait kegiatan pengembangan diri.
Tantangan sekaligus tanggung jawab menjadi tugas pokok kita dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan yang bermutu. Menyikapi hal ini, Eko Purwono seorang aktivis Masyarakat Peduli Pendidikan Indonesia mengatakan bahwa pada dasarnya bagi masyarakat yang terpenting ialah pendidikan yang bermutu dan dapat diakses dengan mudah (Harian Kompas, 14 Desember 2007). Demikian pula yang dikatakan oleh Direktur Wilayah Bank Dunia untuk Indonesia, Joachim von Amsberg, bahwa pendidikan bermutu merupakan hal yang sangat penting untuk peningkatan masa depan serta pengembangan ekonomi dan sosial Indonesia (Harian Kompas, 19 Desember 2007). Peran pemerintah dalam menyediakan pendidikan yang murah dan bermutu diharapkan dapat membantu rakyat dalam mencerdaskan bangsa. Jika hanya berdiam diri saja, maka kita tidak akan mampu mencetak generasi yang berkualitas yang akan menentukan nasib bangsa ini di masa mendatang.
Berbagai upaya terus dilakukan oleh pemerintah dan pihak swasta untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas. Menurut Jamaluddin Idris, 2005, terdapat beberapa poin penting dalam pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas, antara lain pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya.
Sama seperti daerah lainnya, pendidikan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) terus dibenahi. Hal ini tertuang dalam Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Pasca konflik dan tsunami, pembangunan sarana dan prasarana penunjang pendidikan telah dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai pihak terkait dan telah menjangkau daerah-daerah terpencil di bumi serambi mekah ini. Dengan tersedianya fasilitas belajar yang lengkap diharapkan proses belajar mengajar akan tercapai lebih sempurna.
Sisi lain yang tak kalah pentingnya dalam dunia pendidikan adalah pengendali mutu pendidikan yang lebih terpadu, menyangkut tenaga didik dan anak didik. Guru merupakan tenaga pendidik profesional di bidang kependidikan, mempunyai tugas yang berat dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, guru dituntut adanya kualifikasi kemampuan yang lebih memadai, antara lain memiliki tingkatan ‘capable’ personal, inovator’ dan ‘developer’ (Sardiman, A.M, 1992).
Guru mempunyai pengaruh yang besar bukan hanya pada prestasi pendidikan anak didik, tetapi juga pada sikap anak didik di sekolah dan terhadap kebiasaan belajar umumnya. Banyak anak memperoleh keterampilan kreatif melalui model-model berpikir dan bekerja kreatif, tetapi sedikit sekali anak yang dapat mempertahankan motivasi di sekolah dengan sistem yang diterapkan. Hal ini disebabkan proses kreatif siswa biasanya diawali oleh contoh proses kreatif guru.
Seorang guru yang mendorong otonomi anak didik menggunakan pendekatan memberikan gagasan, saran, dan bimbingan, tetapi tidak memberikan jawaban dan petunjuk eksplisit akan menjadikan anak didiknya sangat kreatif. Guru memberikan banyak materi dan dorongan kepada anak didik untuk bekerja bersama bila mungkin dan perlu, ini menekankan bahwa setiap anak didik mempunyai bakat dan kekuatannya sendiri-sendiri, artinya setiap anak adalah unik (Yuli Suprianto, 2004).
Proses pendidikan merupakan salah satu upaya tahapan pengembangan kemampuan dan perilaku manusia yang melibatkan penggunaan hampir seluruh pengalaman hidup anak didik. Oleh sebab itu, faktor pengembangan potensi dasar dari anak didik sangat menentukan keberhasilan penyerapan ilmu dalam proses belajar. Salah satu upaya dalam menggali potensi dasar anak didik dilakukan dengan jalan membangkitkan motivasi anak. Maghfira Wijayanti, 2004, mengemukakan bahwa motivasi akan menjadi pendorong yang menyebabkan terjadinya energi yang ada pada setiap individu sehingga terkait dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan, dan emosi untuk bertindak mewujudkan tujuan tertentu. Pencapaian tujuan, cita-cita dan keinginan menjadi lebih mudah dengan adanya dorongan dari motivasi ini.
Selanjutnya, motivasi juga dipicu oleh status sosial ekonomi orang tua, yang pada gilirannya berpengaruh besar terhadap pendidikan anak. Orang tua yang memiliki status sosial ekonomi kuat kemungkinan dapat menyediakan fasilitas belajar bagi anaknya sehingga mendorong peningkatan performansi siswa dalam membina motivasi berprestasi anak didik. Peran timbal balik yang aktif antara orang tua dan guru terhadap anak menjadi kunci kesuksesan program belajar mengajar.
Prestasi yang dicapai guru dalam mengaplikasikan ilmunya sangat ditentukan oleh tingkat kesejahteraan yang diperoleh. Dewasa ini, posisi guru sering didiskriminasikan, kenaikan anggaran pendidikan tidak menjamin kesejahteraan pendidik ini. Salah satu indikasi kurangnya penghargaan terhadap guru adalah gaji guru yang relatif rendah. Para guru tidak sempat merencanakan pengajaran atau menganalis pekerjaan rumah karena harus mencari uang tambahan untuk memenuhi kebutuhannya (Kummerer, 1990 dalam Jamaluddin Idris, 2005). Dalam hal ini, pemerintah dinilai mendiskriminasikan guru dan dosen karena tidak memasukkan gaji guru dan dosen dalam anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN/APBD. Padahal, guru dan dosen adalah komponen dari sistem pendidikan yang perlu didukung dalam peningkatan kesejahteraannya (Harian Kompas, 13 Desember 2007).
Permasalahan lain timbul menyangkut jumlah, persebaran dan kualitas guru. Sampai tahun 2006, Indonesia kekurangan guru SD hingga SMA/SMK sebanyak 178.835 orang (Harian Kompas, 13 Desember 2006), belum termasuk guru yang memasuki masa pensiun. Demikian pula wilayah NAD, masih terjadi kekurangan guru untuk berbagai bidang studi, diikuti pula oleh distribusi guru yang belum merata di berbagai daerah. Pengangkatan guru tidak mengacu pada perkembangan proporsional dan profesionalisme. Dinas Pendidikan NAD dan Departemen Agama perlu melakukan perbaikan di berbagai segi dalam upaya mewujudkan pendidikan yang berkualitas.
Selain itu, guru harus mendapatkan peluang yang besar untuk bisa mengembangkan potensinya melalui serangkaian pelatihan, seminar, dan program lainnya. Sayangnya, guru di daerah tidak mempunyai akses dan kesempatan sebesar para guru di kota terkait kegiatan pengembangan diri.
Tantangan sekaligus tanggung jawab menjadi tugas pokok kita dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan yang bermutu. Menyikapi hal ini, Eko Purwono seorang aktivis Masyarakat Peduli Pendidikan Indonesia mengatakan bahwa pada dasarnya bagi masyarakat yang terpenting ialah pendidikan yang bermutu dan dapat diakses dengan mudah (Harian Kompas, 14 Desember 2007). Demikian pula yang dikatakan oleh Direktur Wilayah Bank Dunia untuk Indonesia, Joachim von Amsberg, bahwa pendidikan bermutu merupakan hal yang sangat penting untuk peningkatan masa depan serta pengembangan ekonomi dan sosial Indonesia (Harian Kompas, 19 Desember 2007). Peran pemerintah dalam menyediakan pendidikan yang murah dan bermutu diharapkan dapat membantu rakyat dalam mencerdaskan bangsa. Jika hanya berdiam diri saja, maka kita tidak akan mampu mencetak generasi yang berkualitas yang akan menentukan nasib bangsa ini di masa mendatang.